Jumat, 29 Mei 2015

Faktor Penghambat Terwujudnya Masyarakat Madani di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Masyarakat Madani jika dipahami sekilas merupakan format kehidupan alternatif yang mengedepankan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Ketika negara sebagai penguasa dan pemerintah tidak bisa menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia dalam menjalankan roda pemerintahannya, di sinilah kemudian konsep masyarakat madani menjadi alternatif pemecahan.
Sosok Masyarakat Madani bagaikan barang antik yang memiliki daya tarik yang amat mempesona. Kehadirannya yang mampu menyemarakkan wacana politik kontemporer dan meniupkan arah baru pemikiran politik, bukan dikarenakan kondisinya yang sama sekali baru, melainkan disebabkan tersedianya momentum kondusif bagi pengembangan masyarakat yang lebih baik.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian masyarakat madani  ?
2.      Bagaimana sejarah pemikiran masyarakat madani ?
3.      Apa karakteristik masyarakat madani ?
4.      Apa faktor penghambat terwujudnya masyarakat madani di Indonesia ?
5.      Bagaimana proses perubahan menuju masyarakat madani di Indonesia ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian masyarakat madani 
2.      Mengetahui sejarah pemikiran masyarakat madani
3.      Mengetahui karakteristik masyarakat madani
4.      Mengetahui faktor penghambat terwujudnya masyarakat madani di Indonesia
5.      Mengetahui  proses perubahan menuju masyarakat madani di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Masyarakat Madani (civil society)
Dalam pertumbuhannya, konsep civil society ini muncul dalam bentuk dan gagasan yang berbeda-beda. Akar perkembangannya bisa dirunut dari Cicero atau lebih ke belakang sampai ke Aristoteles. Namun, Cicero-lah yang memulai menggunakan istilah societes civilis dalam tradisi Eropa dianggap sama dengan pengertian state (negara). Pada abad ke 18, istilah civil society mengalami pergeseran makna. State dan civil society   dipahami sebagai wujud yang berbeda.   
Istilah masyarakat madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri Malaisya, dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum Ilmiah Festival Istiqlal, tanggal 26 September 1996 di Jakarta. Menurutnya, masyarakat madani adalah sistem sosial yang berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri yang khas : kemajemukan budaya, hubungan timbal balik, dan sikap saling memahami dan menghargai.
Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial  yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan[1].
Secara sederhana, dapat ditemukan adanya 2 pemikiran besar dalam perdebatan wacana civil society di Indonesia. Pertama, “masyarakat sipil” yang disinteskan dari pemikiran filsafat Barat. Masyarakat sipil ini merupakan ruang yang bebas dari intervensi atau campur tangan negara. Kedua, “masyarakat madani” yang disinteskan dari pemikiran politik Islam. Pemikiran masyarakat madani di sini didasarkan pada pengalaman Nabi pada masa Madinah, seperti dikemukakan oleh Nurkholis Madjid. Masyarakat yang berbudi luhur atau berakhlak mulia itulah masyarakat berperadaban/masyarakat madani/ civil society.
B.     Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
Istilah civil society  sebenarnya telah beredar dalam pembicaraan tentang filsafat sosial pada abad ke 18 di Eropa Barat dan masih berlanjut hingga akhir abad 19. Dalam waktu yang cukup lama istilah itu seolah-olah hilang dari peradaban, hingga pada tahun 1990-an, muncul kembali dan diperdebatkan lagi di Eropa Barat.
Berbagai pemikiran yang dilontarkan akhir-akhir ini di seputar civil society yang di Indonesia telah diterjemahkan menjadi “masyarakat sipil”, “masyarakat kewargaan”, atau “masyarakat madani” itu sebenarnya merupakan imbas dari perkembangan pemikiran yang terjadi di dunia Barat tersebut dan Amerika Serikat.[2]   
C.     Karakteristik Masyarakat Madani
Beberapa unsur pokok yang harus dimiliki oleh masyarakat madani yang merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani adalah sebagai berikut :
1.      Wilayah atau Ruang Publik yang Bebas
Ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga masyarakat. Di ruang publik ini semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan di luar civil society. Warga negara berhak melakukan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta menerbitkan dan mempublikasikan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Sebagai sebuah pra syarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan civil society  dalam sebuah tatanan masyarakat, maka ruang publik yang bebas menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan mengesampingkan ruang publik yang bebas dalam tatanan civil society, akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang otoriter. 
2.      Demokrasi
Demokrasi merupakan suatu wujud yang menjadi penegak masyarakat madani , dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya. Demokrasi berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tanpa mempertimbangkan suku, ras, agama dan adat istiadat. Penekanan demokrasi di sini mencakup aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, dan ekonomi.
Gerakan transformasi dengan implikasi  demokrasi menuju perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya pernah terjadi dalam sejarah Islam, yakni misi yang disampaikan oleh Muhammad S.A.W. Menurut Asghar, sisi revolusioner Islam tidaklah terbatas pada sistem teologisnya yang mengajarkan tauhid, melainkan lebih menitikberatkan pada sisi demokrasi, keadilan dan egaliter (persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara) yang menantang status quo (keadaan tidak berubah/tetap dalam waktu tertentu) dan penindasan terhadap rakyat kecil.  Perlu dicatat bahwa masyarakat Madinah adalah pluralistik. Di sana terdapat campuran ras Yahudi, suku Aus dan Khazraj, dan kaum muhajirin. Dalam heterogenitas masyarakat Madinah ini, Nabi membentuk suatu komunitas masyarakat politik berdasarkan konsensus yang dikenal dengan istilah piagam madinah. 
Tanpa demokrasi masyarakat madani tidak mungkin terwujud. Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.
3.      Toleransi
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda-beda. Sementara menurut azyumardi Azra, toleransi tersebut yakni kesediaan individu-individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.
4.      Pluralisme
Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.
5.      Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan : ekonomi, politik, pengetahuan, dan kesempatan. Dengan kata lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu[3]. Secara esensial, masyarakat mempunyai hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa.

D.    Faktor Penghambat Terwujudnya Masyarakat Madani di Indonesia
Ada beberapa faktor atau sebab-sebab yang menghambat terwujudnya masyarakat madani di Indonesia :
1)      Masih kurangnya sikap toleransi di tengah masyarakat.
Contohnya adalah dilarangnya mengumandangkan azan di salah satu daerah di kalimantan.
2)      Masyarakat yang kurang menghargai pluralitas.
Pembantaian umat muslim di Poso merupakan salah bukti masih kurangnya rasa menghargai keberagaman di tengah masyarakat.
3)      Belum terwujudnya keadilan sosial.
Hal yang sering kita lihat dan dengar akhir-akhir ini adalah ada beberapa keputusan pengadilan yang dirasa kurang adil pada kasus-kasus tertentu. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh alm. Zainuddin M.Z. bahwa “di negeri kita ini banyak pengadilan tapi sedikit keadilan”. Contoh lain yaitu belum adanya penanganan hak-hak korban lumpur lapindo di Sidoarjo yang terpenuhi, padahal pemerintah telah berjanji melakukan rehabilitasi, ganti rugi, dan rekonstuksi.
4)      Masih ada pihak-pihak yang tidak bebas dalam meyuarakan pendapatnya. Pada era reformasi ini, kebebasan berpendapat sudah bisa dikatakan jauh lebih baik daripada era orde baru. Namun, baru-baru ini terjadi kasus yang membuat rakyat atau pihak-pihak tertentu tidak bebas dalam mengemukakan aspirasinya yaitu kasus pemboikotan situs-situs Islam yang dianggap radikal, padahal ada diantara situs tersebut yang tidak terbukti demikian.
5)      Kemerosotan moral rakyat Indonesia.
Contohnya yaitu prostitusi di kalangan artis dan kalangan elit, pergaulan bebas remaja, banyaknya remaja putri yang hamil di luar nikah bahkan sampai ada yang jadi korban pembunuhan kekasihnya sendiri, banyaknya bayi-bayi tidak berdosa yang ditelantarkan, kasus perdagangan manusia di Maluku, penemuan ladang ganja dan senjata api di Mandailing, Natal ; kemudian yang terakhir adalah penganiayaan yang dilakukan oleh bupati Biak terhadap seorang wartawan.
6)      Demokrasi kebanyakan hanya wacana tapi kurang dalam prakteknya.
DPR yang lebih mementingkan kenaikan tunjangan daripada memberantas kemiskinan masyarakat. Padahal demokrasi itu merupakan sistem pemerintahan yang dilakukan oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat.

Menurut hemat penulis, solusi dari semua pelanggaran yang dilakukan itu sekaligus salah satu cara yang terpenting dalam mewujudkan masyarakat madani adalah dengan melakukan perbaikan moral warga negara Indonesia. Karena alasan suatu negara atau bangsa dikatakan berperadaban bukan hanya pada teknologinya yang maju tapi yang terpenting adalah rakyat serta pemerintahnya yang bermoral. Yang dibutuhkan di Indonesia bukan saja orang pintar, tetapi yang dibutuhkan adalah orang pintar yang benar.
E.     Perubahan Menuju Masyarakat Madani di Indonesia
Proses perubahan menuju masyarakat madani sangat terkait dengan kehidupan politik bangsa, budaya, pendidikan, berpikir kritis, hukum, keadilan, keterbukaan, pluralisme dan perlindungan terhadap kaum minoritas. Dalam masyarakat madani tercipta keseimbangan antara kebebasan individu dan kestabilan masyarakat. Hadir pula dorongan, upaya dan inisiatif individu dalam bidang pemikiran, seni, ekonomi, teknologi dan pelaksanaan pemerintahan yang mengikuti undang-undang dan hukum yang berlaku dengan baik. Selain itu, tercipta kemandirian individu, keluarga, lembaga-lembaga sosial lainnya seperti media massa, betul-betul dihargai tanpa ada pengaruh langsung dari negara atau pemerintah, dan masyarakat yang dapat mengembangkan sumber dayanya tanpa harus dikontrol oleh negara secara ketat, dan keadilan sosial berjalan sebagaimana mestinya.
Masyarakat Indonesia sedang berada dalam masa transformasi, era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam aspek kehidupannya menuju kehidupan masyarakat madani. Seiring dengan itu, munculnya tuntutan untuk mewujudkan pemerintahan bersih, pada satu sisi dan cita-cita mewujudkan masyarakat madani nampaknya tidak boleh ditawar-tawar lagi.  Akan tetapi, proses untuk mewujudkan masyarakat madani tentu tidak mudah, karena diperlukan beberapa persyaratan untuk mengimplementasikan konsep tersebut, tantangan yang dihadapi, serta peluang melakukan perubahan menuju masyarakat madani yang dicita-citakan.
1.      Persyaratan menuju masyarakat madani
a.       Pemahaman yang sama ( one standard )
Pada tingkat awal diperlukan pemahaman bersama dikalangan masyarakat, tentang apa dan bagaimana karakteristik masyarakat madani. Paling tidak secara konsepsional prinsip-prinsip dasar masyarakat madani harus dipahami secara bersama, sehingga relatif semua masyarakat dapat memahami apa yang digariskan dalam prinsip-prinsip dasar masyarakat tersebut. Masyarakat harus memahami lebih dahulu bagaimana mekanisme sistem yang terdapat dalam masyarakat madani itu dalam dinamika kehidupan masyarakat. Dengan pemahaman konsep, relatif akan menjadi lebih mudah bagi masyarakat madani. Karena itu, sosialisasi tentang sistem masyarakat tersebut perlu dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada.
b.      Keyakinan dan saling percaya
  Perlu menumbuhkan dan mengkondisikan keyakinan di kalangan masyarakat bahwa masyarakat madani adalah bentuk masyarakat ideal, masyarakat pilihan yang terbaik dalam mewujudkan suatu sistem sosial yang dicita-citakan. Dengan keyakinan yang tumbuh di kalangan masyarakat, proses menuju masyarakat madani dapat dilakukan. Seiring dengan itu harus perlu ditumbuhkembangkan rasa saling pecaya di kalangan masyarakat. Penanaman rasa saling percaya sangat diperlukan, karena dalam sejarah Orde Baru telah menanamkan rasa curiga dalam kehidupan masyarakat pada awal kekuasaannya. Rasa khawatir akan adanya gangguan stabilitas dan pembangunan nasional, maka pada awal pemerintahan Orde baru semua orang perlu dicurigai. Untuk mewujudkan cita-cita bersama, yaitu membangun masyarakat madani, rasa curiga perlu dihilangkan dan perlu ditumbuhkan rasa saling percaya antara komponen yang terdapat dalam masyarakat dengan baik. Rasa saling percaya dapat ditumbuhkan dengan meningkatkan rasa keadilan dan kejujuran dalam berbagai aspek kehidupan.
c.       Satu hati dan saling tergantung
Apabila telah terbentuk saling percaya di kalangan masyarakat, tahap berikutnya diperlukan juga kondisi kesepakatan, satu hati dan kebersamaan dalam menentukan arah kehidupan yang dicita-citakan. Untuk itu, refleksi dari kondisi tersebut akan tergambar dengan semakin menguatnya rasa saling tergantung antara individu dengan kelompok dalam masyarakat. Dengan keadaan seperti itu, tingkat saling membutuhkan antara berbagai segmen masyarakat akan menjadi bagian terpenting dari moral kehidupan masyarakat dan akan menjamin keseimbangan antara kebebasan dan kestabilan masyarakat.
d.      Kesamaan pandangan tentang tujuan dan misi
Jika kondisi kesepakatan, satu hati, dan kebersamaan sudah tertanam dalam kehidupan masyarakat, maka kesamaan pandangan baik mengenai tujuan dan misi  menjadi lebih mudah untuk dapat diwujudkan, karena semua lapisan masyarakat ingin mewujudkan cita-cita yang sama dalam kehidupan masyarakat. Perbedaan yang ada dalam masyarakat tentu tidak dapat dipungkiri, tetapi perbedaan itu tidak diarahkan menjadi suatu yang bersifat keseragaman  tapi dalam wujud kesatuan. Perbedaan tersebut juga menjadi kekayaan pluralisme dalam kehidupan masyarakat yang dicita-citakan bersama.
Jika keempat persyaratan tersebut dapat dipenuhi, maka relatif akan lebih mudah untuk merumuskan berbagai kebijakan dan strategi untuk mewujudkan masyarakat madani yang dicita-citakan[4].

                                                                                   BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
         Masyarakat madani adalah sistem sosial yang berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Karakteristik masyarakat madani ada 5 yaitu wilayah atau ruang publik yang bebas, demokrasi, toleransi, pluralisme, keadilan sosial.
Ada beberapa faktor penghambat terwujudnya masyarakat madani di indonesia yaitu masih kurangnya sikap toleransi di tengah masyarakat, masyarakat yang kurang menghargai pluralitas, belum terwujudnya keadilan sosial, masih ada pihak-pihak yang tidak bebas dalam meyuarakan pendapatnya, kemerosotan moral rakyat indonesia, demokrasi kebanyakan hanya wacana tapi kurang dalam prakteknya.


DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo,  Dawam. 1999. Masyarakat Madani : Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan Sosial . Jakarta : LP3ES.
Rosyada, Dede dkk. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN.
Sanaky, Hujair. 2003.  Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta : Safiria Insania Press .



[1] Dede Rosyada (dkk.), Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN, 2003), hlm. 176
[2] M. Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani : Agama, Kelas Menengah, dan Perubajahn Sosial (Jakarta : LP3ES, 1999), hlm. 133
[3] Dede Rosyada (dkk.), Demokrasi, Hak Asasi Manusia.., hlm. 185-187
[4] Hujair A.H Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia. (Safiria Insania Press : Yogyakarta, 2003)

Minggu, 17 Mei 2015

fakultas fakultas di UIN sunan kalijaga

ada 8 fakultas yang ada di UIN sunan kalijaga :
1. fakultas ushuluddin dan pemikran islam
2. fakultas dakwah dan komunikasi
3. fakultas sosial dan humaniora
4. fakultas syariah
5. fakultas tarbiyah
6. fakultas adab
7. fakultas sains dan teknologi
8. fakultas ekonomi dan bisnis islam ( FEBI)

Minggu, 10 Mei 2015

takhrij hadits



TAKHRIJ AL-HADITS

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ
قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
(TIRMIDZI - 1877) : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad, telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Mubarak, telah menceritakan kepada kami Ar Rabi' bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyad dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang tidak pandai bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, berarti ia belum bersyukur kepada Allah." Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih.
Metode yang penulis gunakan dalam mentakhrij penggalan hadis tersebut ada 3 :
A.    Penulis menggunakan buku Mu`jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits an-Nabawi karya orientalis bernama A. J. Wensinck. Kata kunci yang digunakan adalah kata شكر, maka ditemukan data atau tanda sebagai berikut :
 




Setelah melakukan penelusuran hadits maka didapatkan hadits-hadits berdasarkan kitab sumbernya sesuai data  atau tanda-tanda yang ditemukan dari kitab di atas :


1.      Kitab Sunan Tirmidzi :
·         حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّه
قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
(Tirmidzi :1954/ ما جاء في الشكر لمن أحسن إليك)
2.      Kitab Sunan Abu Dawud (4811/باب في شكر المعروف) :
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ

3.      Kitab Musnad Ahmad bin Hambal :
·         حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
 (AHMAD :7926/مسند أبي هريرة )
·         حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
 (AHMAD :8006/ مسند أبي هريرة)
·         حَدَّثَنَا عَفَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
 (AHMAD :9022/ مسند أبي هريرة)
·         حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
(AHMAD :9945/ مسند أبي هريرة)
·         حَدَّثَنَا بَهْزٌ قَالَ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
 (AHMAD :10382/ مسند أبي هريرة)
·         حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَبِيعَةَ عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ عَطِيَّةَ الْعَوْفِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
 (AHMAD :11726)
·         حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ سَلْمِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ زِيَادِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنِ الْأَشْعَثِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
(AHMAD :22182)
·         حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنِ ابْنِ شُبْرُمَةَ عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ عَنِ الْأَشْعَثِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
(AHMAD :22191)
B.     Dengan menggunakan awal lafadz matan hadits, kitab yang digunakan adalah Shahih Jami’ ash-Shaghir Wa Ziyadatuhu karangan Muhammad Nashiruddin Albani. Pada kitab tersebut tertulis seperti berikut :

٦٦٠١- ...لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ...                                                                   
(ت) عن أبي هريرة          المشكاة ٣٠٢٥                                                     
(ت) عن أبي هريرة maksudnya adalah bahwa hadits tersebut terdapat dalam sunan Tirmidzi dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Haditsnya adalah :
·         حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّه  هُرَيْرَةَ قَال
قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
C.     Takhrij hadits dengan CD Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah. Model yang dipakai adalah dengan nomor urut hadits, yaitu mengetikkan nomor hadits 1877 dalam kitab Sunan Tirmidzi dengan sistem penomoran ترقيم العالمية  maka muncul hadits berikut :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّه  هُرَيْرَةَ قَال
قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيح










Jalur Periwayatan Hadits

Rasulullah SAW

Abdur Rahman bin Shakhr (Abu Hurairah)

Muhammad bin Ziyad

Ar Rabi' bin Muslim

Abdullah bin Al Mubarak bin Wadlih

Ahmad bin Muhammad bin Musa

Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa al-Tirmidzi

Tarikh ar-Ruwah & Jarh wa at-Ta’dil
1.      Abu Hurairah
Namanya adalah Abdur Rahman bin Shakhr. Semasa hidup beliau menetap di Madinah. Beliau merupakan sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Wafat pada tahun 57 H.  Guru-gurunya : Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid bin Haritsah, Hasan bin Tsabit bin al-Mundzir, Sa’ad bin Malik, dan lain-lain. Murid-muridnya : Ibrahim bin Isma’il, Ibrahim bin Abdullah bin Qarizh, Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Abu al-Hakam, Abu ar-Rabi’, dan lain-lain.
2.      Muhammad bin Ziyad
Nama lengkapnya adalah  Muhammad bin Ziyad Maula ‘Usman bin Mazh’un al-Qurasyi al-Jumahi. Nama kuniyahnya Abu al-Harits. Dia merupakan seorang Tabi’ul atba’ kalangan tua. Semasa hidupnya dia menetap di Bashrah. Dia meriwayatkan hadits (guru) dari ‘Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar bin Khattab, Abdullah bin Harits ibnu Naufal, Zubair bin Shalt al-Kindi, dll. Dan orang-orang yang meriwayatkan hadits (murid) darinya diantaranya yaitu Ibrahim bin Thahman, Ayyub as-Sakhtiyani, Jasr bin Farqad, Hammad bin Zaid, Hammad bin Salamah, Rabi’ bin Muslim, dan lain-lain. Ada beberapa ulama yang berkomentar tentangnya :
§  Ahmad bin Hambal           : Tsiqah
§  Yahya bin Ma'in                : Tsiqah
§  Abu Hatim                        : Mahaluhu Ash Shidq
§  An Nasa'i                          : Tsiqah
§  At Tirmidzi                       : Tsiqah
§  Adz Dzahabi                     : Tsiqah
§  Ibnu Hibban                      : Disebutkan dalam 'ats tsiqaat
3.      Rabi’ bin Muslim
Nama lengkapnya adalah Rabi’ bin Muslim al-Qurasyiy al-Jumahiy, kuniyahnya Abu Bakar al-Bashri. Ia wafat pada tahun 167 H. Ia seorang Tabi’ut Tabi’in kalangan tua. Meriwayatkan Hadits dari Muhammad bin Ziyad al-Qurasyiy, Hasan al-Bashri, Khashib bin Jahdar, Yusuf bin Sa’ad, dan lain-lain. Orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya yaitu Bisyr bin Mufadhdhal, Khalid bin al-Harits, Abu Daud at-Thayalisi, Muslim bin Ibrahim, Ibn Mahdi, dan lain-lain. Komentar ulama tentangnya :
§  Ibnu Hibban                      : Disebutkan dalam 'ats tsiqaat
§  Ahmad bin Hambal           : Tsiqah
§  Abu Hatim                                    : Tsiqah
§  Al 'Ajli                              : Tsiqah
§  An Nasa'i                          : Tsiqah
§  Ibnu Hajar al 'Asqalani     : Tsiqah


4.      Abdullah bin Mubarak bin Wadhih
Namanya yaitu Abu Abdurrahman Abdullah bin Mubarak bin Wadhih al-Hanzhaliy at-Tamimi. Ia seorang Tabi’ut tabi’in kalangan pertengahan, hidup di Himash dan wafat pada tahun 181 H. Ia meriwayatkan hadits dari Sulaiman at-Taimiy, Humaid at-Thawil, Ismail bin Abi Khalid, Yahya bin Sa’id al-Anshari, Abdullah bin Umar, al-A’masy, dan lain-lain. Yang meriwayatkan hadits darinya yaitu Ats-Tsauri, Ma’mar bin Rasyid, Abu Ishaq al-Fazari, Ja’far bin Sulaiman adh-Dhub’iy, dan lain-lain. Ulama yang berkomentar tentangnya adalah :
§  Ahmad bin Hambal           : Hafizh
§  Ibnul Madini                     : Tsiqah
§  Yahya bin Ma'in                : Tsiqah tsabat
§  Abu Hatim                                    : Tsiqah imam
§  Ibnu Sa'd                           : Tsiqah ma`mun
5.      Ahmad bin Muhammad bin Musa
Namanya yaitu Abu ‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin Musa al-Marwaziy, dikenal dengan Mardawaih. Ia termasuk dalam kalangan tua Tabi’ul Atba’, hidup di Himsh, dan wafat tahun 235 H. Ia meriwayatkan hadits dari Ishaq bin Yusuf al-Azraq, Ibnu al-Mubarak, Jarir bin Abdul Hamid. Dan yang meriwayatkan hadits darinya yaitu Bukhari, Tirmidzi, Nasa’i. Pendapat ulama tentangnya :
§  An Nasa'i                          : La ba`sa bih
§  Ibnu Hajar al 'Asqalani     : Tsiqah Hafidz
§  Disebutkan Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqaat
§  Ibnu Wadhdhaah              : Tsiqah tsabt






DAFTAR PUSTAKA


Al-‘Atsqalani, Al-Hafizh Ibnu Hajar. Tahdzib at-Tahdzib. Beirut : Muassasah ar-Risalah, tt.
Albani, Muhammad Nashiruddin. 1988. Shahih Jami’ ash-Shaghir Wa Ziyadatuhu (Fath al-Kabir). Beirut : Maktab al-Islamiy.
Al-Mizzi, Al-Hafizh Jamaluddin. 1983. Tahdzib al-Kamal Fi Asma’ ar-Rijal. Beirut : Muassasah ar-Risalah. Cetakan II
As-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats. 2009.  Sunan Abi Dawud. Beirut : Dar ar-Risalah al-‘Alamiyyah. Cetakan I
At-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa bin Saurah. Sunan at-Tirmidzi. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif. Cetakan I, tt.
Hanbal, Ahmad bin. 1998. Musnad al-Imam al-Hafizh Abi ‘Abdullah Ahmad bin Hanbal. Riyadh : Bait al-Afkar.
Software CD Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah.
Software Lidwa Pusaka Hadits 9 Imam.
Wensinck, A.J.. 1936. Mu’jam al-Mufahrass Li Alfazh al-Hadits an-Nabawi. Leiden : Maktabah Bril.