BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat Madani jika dipahami sekilas merupakan
format kehidupan alternatif yang mengedepankan semangat demokrasi dan
menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Ketika negara sebagai penguasa
dan pemerintah tidak bisa menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia dalam
menjalankan roda pemerintahannya, di sinilah kemudian konsep masyarakat madani
menjadi alternatif pemecahan.
Sosok Masyarakat Madani bagaikan barang antik
yang memiliki daya tarik yang amat mempesona. Kehadirannya yang mampu
menyemarakkan wacana politik kontemporer dan meniupkan arah baru pemikiran
politik, bukan dikarenakan kondisinya yang sama sekali baru, melainkan
disebabkan tersedianya momentum kondusif bagi pengembangan masyarakat yang
lebih baik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian masyarakat madani ?
2.
Bagaimana
sejarah pemikiran masyarakat madani ?
3.
Apa
karakteristik masyarakat madani ?
4.
Apa faktor
penghambat terwujudnya masyarakat madani di Indonesia ?
5.
Bagaimana
proses perubahan menuju masyarakat madani di Indonesia ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui pengertian masyarakat madani
2.
Mengetahui sejarah pemikiran masyarakat madani
3.
Mengetahui karakteristik masyarakat madani
4.
Mengetahui
faktor penghambat terwujudnya masyarakat madani di Indonesia
5.
Mengetahui proses perubahan menuju masyarakat madani di
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Masyarakat Madani (civil society)
Dalam pertumbuhannya, konsep civil
society ini muncul dalam bentuk dan gagasan yang berbeda-beda. Akar
perkembangannya bisa dirunut dari Cicero atau lebih ke belakang sampai ke
Aristoteles. Namun, Cicero-lah yang memulai menggunakan istilah societes
civilis dalam tradisi Eropa dianggap sama dengan pengertian state (negara).
Pada abad ke 18, istilah civil society mengalami pergeseran makna. State
dan civil society dipahami
sebagai wujud yang berbeda.
Istilah
masyarakat madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri
Malaisya, dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum Ilmiah
Festival Istiqlal, tanggal 26 September 1996 di Jakarta. Menurutnya, masyarakat
madani adalah sistem sosial yang berdasarkan prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat
madani mempunyai ciri-ciri yang khas : kemajemukan budaya, hubungan timbal balik,
dan sikap saling memahami dan menghargai.
Dawam Rahardjo mendefinisikan
masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada
nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya, dasar utama dari masyarakat madani
adalah persatuan dan integrasi sosial
yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari
konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu
persaudaraan[1].
Secara sederhana, dapat ditemukan
adanya 2 pemikiran besar dalam perdebatan wacana civil society di
Indonesia. Pertama, “masyarakat sipil” yang disinteskan dari pemikiran filsafat
Barat. Masyarakat sipil ini merupakan ruang yang bebas dari intervensi atau
campur tangan negara. Kedua, “masyarakat madani” yang disinteskan dari
pemikiran politik Islam. Pemikiran masyarakat madani di sini didasarkan pada
pengalaman Nabi pada masa Madinah, seperti dikemukakan oleh Nurkholis Madjid.
Masyarakat yang berbudi luhur atau berakhlak mulia itulah masyarakat
berperadaban/masyarakat madani/ civil society.
B.
Sejarah
Pemikiran Masyarakat Madani
Istilah civil society sebenarnya telah beredar dalam pembicaraan
tentang filsafat sosial pada abad ke 18 di Eropa Barat dan masih berlanjut
hingga akhir abad 19. Dalam waktu yang cukup lama istilah itu seolah-olah hilang
dari peradaban, hingga pada tahun 1990-an, muncul kembali dan diperdebatkan
lagi di Eropa Barat.
Berbagai pemikiran yang dilontarkan
akhir-akhir ini di seputar civil society yang di Indonesia telah
diterjemahkan menjadi “masyarakat sipil”, “masyarakat kewargaan”, atau
“masyarakat madani” itu sebenarnya merupakan imbas dari perkembangan pemikiran
yang terjadi di dunia Barat tersebut dan Amerika Serikat.[2]
C.
Karakteristik
Masyarakat Madani
Beberapa unsur pokok yang harus
dimiliki oleh masyarakat madani yang merupakan satu kesatuan yang saling
mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani adalah sebagai berikut :
1.
Wilayah
atau Ruang Publik yang Bebas
Ruang
publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga masyarakat.
Di ruang publik ini semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk
melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh
kekuatan-kekuatan di luar civil society. Warga negara berhak melakukan
secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta
menerbitkan dan mempublikasikan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Sebagai sebuah pra syarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan civil
society dalam sebuah tatanan
masyarakat, maka ruang publik yang bebas menjadi salah satu bagian yang harus
diperhatikan. Karena dengan mengesampingkan ruang publik yang bebas dalam
tatanan civil society, akan memungkinkan terjadinya pembungkaman
kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan
kepentingan umum oleh penguasa yang otoriter.
2.
Demokrasi
Demokrasi
merupakan suatu wujud yang menjadi penegak masyarakat madani , dimana dalam
menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan
aktivitas kesehariannya. Demokrasi berarti masyarakat dapat berlaku santun
dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tanpa
mempertimbangkan suku, ras, agama dan adat istiadat. Penekanan demokrasi di
sini mencakup aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, dan
ekonomi.
Gerakan
transformasi dengan implikasi demokrasi
menuju perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya pernah terjadi dalam
sejarah Islam, yakni misi yang disampaikan oleh Muhammad S.A.W. Menurut Asghar,
sisi revolusioner Islam tidaklah terbatas pada sistem teologisnya yang
mengajarkan tauhid, melainkan lebih menitikberatkan pada sisi demokrasi,
keadilan dan egaliter (persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara)
yang menantang status quo (keadaan tidak berubah/tetap dalam waktu tertentu)
dan penindasan terhadap rakyat kecil. Perlu
dicatat bahwa masyarakat Madinah adalah pluralistik. Di sana terdapat campuran
ras Yahudi, suku Aus dan Khazraj, dan kaum muhajirin. Dalam heterogenitas
masyarakat Madinah ini, Nabi membentuk suatu komunitas masyarakat politik
berdasarkan konsensus yang dikenal dengan istilah piagam madinah.
Tanpa
demokrasi masyarakat madani tidak mungkin terwujud. Secara umum demokrasi
adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh rakyat,
dari rakyat dan untuk rakyat.
3.
Toleransi
Merupakan
sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Toleransi
menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai
kelompok yang berbeda-beda. Sementara menurut azyumardi Azra, toleransi
tersebut yakni kesediaan individu-individu untuk menerima pandangan-pandangan
politik dan sikap sosial yang berbeda.
4.
Pluralisme
Pluralisme
tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial
yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima
kenyataan perbedaan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai
positif bagi kehidupan masyarakat.
5.
Keadilan
Sosial
Keadilan
sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan
kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan : ekonomi,
politik, pengetahuan, dan kesempatan. Dengan kata lain, keadilan sosial adalah
hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh
kelompok atau golongan tertentu[3]. Secara
esensial, masyarakat mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa.
D.
Faktor
Penghambat Terwujudnya Masyarakat Madani di Indonesia
Ada beberapa faktor atau sebab-sebab
yang menghambat terwujudnya masyarakat madani di Indonesia :
1)
Masih
kurangnya sikap toleransi di tengah masyarakat.
Contohnya
adalah dilarangnya mengumandangkan azan di salah satu daerah di kalimantan.
2)
Masyarakat
yang kurang menghargai pluralitas.
Pembantaian
umat muslim di Poso merupakan salah bukti masih kurangnya rasa menghargai
keberagaman di tengah masyarakat.
3)
Belum
terwujudnya keadilan sosial.
Hal
yang sering kita lihat dan dengar akhir-akhir ini adalah ada beberapa keputusan
pengadilan yang dirasa kurang adil pada kasus-kasus tertentu. Sebagaimana yang
pernah dikatakan oleh alm. Zainuddin M.Z. bahwa “di negeri kita ini banyak
pengadilan tapi sedikit keadilan”. Contoh lain yaitu belum adanya penanganan
hak-hak korban lumpur lapindo di Sidoarjo yang terpenuhi, padahal pemerintah
telah berjanji melakukan rehabilitasi, ganti rugi, dan rekonstuksi.
4)
Masih
ada pihak-pihak yang tidak bebas dalam meyuarakan pendapatnya. Pada era
reformasi ini, kebebasan berpendapat sudah bisa dikatakan jauh lebih baik
daripada era orde baru. Namun, baru-baru ini terjadi kasus yang membuat rakyat
atau pihak-pihak tertentu tidak bebas dalam mengemukakan aspirasinya yaitu
kasus pemboikotan situs-situs Islam yang dianggap radikal, padahal ada diantara
situs tersebut yang tidak terbukti demikian.
5)
Kemerosotan
moral rakyat Indonesia.
Contohnya
yaitu prostitusi di kalangan artis dan kalangan elit, pergaulan bebas remaja,
banyaknya remaja putri yang hamil di luar nikah bahkan sampai ada yang jadi
korban pembunuhan kekasihnya sendiri, banyaknya bayi-bayi tidak berdosa yang ditelantarkan,
kasus perdagangan manusia di Maluku, penemuan ladang ganja dan senjata api di
Mandailing, Natal ; kemudian yang terakhir adalah penganiayaan yang dilakukan
oleh bupati Biak terhadap seorang wartawan.
6)
Demokrasi
kebanyakan hanya wacana tapi kurang dalam prakteknya.
DPR
yang lebih mementingkan kenaikan tunjangan daripada memberantas kemiskinan
masyarakat. Padahal demokrasi itu merupakan sistem pemerintahan yang dilakukan
oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat.
Menurut hemat penulis, solusi dari
semua pelanggaran yang dilakukan itu sekaligus salah satu cara yang terpenting
dalam mewujudkan masyarakat madani adalah dengan melakukan perbaikan moral
warga negara Indonesia. Karena alasan suatu negara atau bangsa dikatakan
berperadaban bukan hanya pada teknologinya yang maju tapi yang terpenting
adalah rakyat serta pemerintahnya yang bermoral. Yang dibutuhkan di Indonesia
bukan saja orang pintar, tetapi yang dibutuhkan adalah orang pintar yang benar.
E.
Perubahan
Menuju Masyarakat Madani di Indonesia
Proses perubahan menuju masyarakat madani sangat terkait dengan
kehidupan politik bangsa, budaya, pendidikan, berpikir kritis, hukum, keadilan,
keterbukaan, pluralisme dan perlindungan terhadap kaum minoritas. Dalam masyarakat
madani tercipta keseimbangan antara kebebasan individu dan kestabilan
masyarakat. Hadir pula dorongan, upaya dan inisiatif individu dalam bidang
pemikiran, seni, ekonomi, teknologi dan pelaksanaan pemerintahan yang mengikuti
undang-undang dan hukum yang berlaku dengan baik. Selain itu, tercipta
kemandirian individu, keluarga, lembaga-lembaga sosial lainnya seperti media
massa, betul-betul dihargai tanpa ada pengaruh langsung dari negara atau
pemerintah, dan masyarakat yang dapat mengembangkan sumber dayanya tanpa harus
dikontrol oleh negara secara ketat, dan keadilan sosial berjalan sebagaimana
mestinya.
Masyarakat Indonesia sedang berada dalam masa transformasi, era
reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam
aspek kehidupannya menuju kehidupan masyarakat madani. Seiring dengan itu,
munculnya tuntutan untuk mewujudkan pemerintahan bersih, pada satu sisi dan
cita-cita mewujudkan masyarakat madani nampaknya tidak boleh ditawar-tawar
lagi. Akan tetapi, proses untuk
mewujudkan masyarakat madani tentu tidak mudah, karena diperlukan beberapa
persyaratan untuk mengimplementasikan konsep tersebut, tantangan yang dihadapi,
serta peluang melakukan perubahan menuju masyarakat madani yang dicita-citakan.
1.
Persyaratan
menuju masyarakat madani
a.
Pemahaman
yang sama ( one standard )
Pada tingkat awal diperlukan pemahaman bersama dikalangan masyarakat,
tentang apa dan bagaimana karakteristik masyarakat madani. Paling tidak secara
konsepsional prinsip-prinsip dasar masyarakat madani harus dipahami secara
bersama, sehingga relatif semua masyarakat dapat memahami apa yang digariskan
dalam prinsip-prinsip dasar masyarakat tersebut. Masyarakat harus memahami
lebih dahulu bagaimana mekanisme sistem yang terdapat dalam masyarakat madani
itu dalam dinamika kehidupan masyarakat. Dengan pemahaman konsep, relatif akan
menjadi lebih mudah bagi masyarakat madani. Karena itu, sosialisasi tentang
sistem masyarakat tersebut perlu dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai
kesempatan yang ada.
b.
Keyakinan
dan saling percaya
Perlu menumbuhkan dan mengkondisikan keyakinan
di kalangan masyarakat bahwa masyarakat madani adalah bentuk masyarakat ideal,
masyarakat pilihan yang terbaik dalam mewujudkan suatu sistem sosial yang
dicita-citakan. Dengan keyakinan yang tumbuh di kalangan masyarakat, proses menuju
masyarakat madani dapat dilakukan. Seiring dengan itu harus perlu
ditumbuhkembangkan rasa saling pecaya di kalangan masyarakat. Penanaman rasa
saling percaya sangat diperlukan, karena dalam sejarah Orde Baru telah
menanamkan rasa curiga dalam kehidupan masyarakat pada awal kekuasaannya. Rasa
khawatir akan adanya gangguan stabilitas dan pembangunan nasional, maka pada
awal pemerintahan Orde baru semua orang perlu dicurigai. Untuk mewujudkan
cita-cita bersama, yaitu membangun masyarakat madani, rasa curiga perlu
dihilangkan dan perlu ditumbuhkan rasa saling percaya antara komponen yang
terdapat dalam masyarakat dengan baik. Rasa saling percaya dapat ditumbuhkan
dengan meningkatkan rasa keadilan dan kejujuran dalam berbagai aspek kehidupan.
c.
Satu
hati dan saling tergantung
Apabila telah terbentuk saling percaya di kalangan masyarakat,
tahap berikutnya diperlukan juga kondisi kesepakatan, satu hati dan kebersamaan
dalam menentukan arah kehidupan yang dicita-citakan. Untuk itu, refleksi dari
kondisi tersebut akan tergambar dengan semakin menguatnya rasa saling
tergantung antara individu dengan kelompok dalam masyarakat. Dengan keadaan
seperti itu, tingkat saling membutuhkan antara berbagai segmen masyarakat akan
menjadi bagian terpenting dari moral kehidupan masyarakat dan akan menjamin
keseimbangan antara kebebasan dan kestabilan masyarakat.
d.
Kesamaan
pandangan tentang tujuan dan misi
Jika kondisi kesepakatan, satu hati, dan kebersamaan sudah tertanam
dalam kehidupan masyarakat, maka kesamaan pandangan baik mengenai tujuan dan misi menjadi lebih mudah untuk dapat diwujudkan,
karena semua lapisan masyarakat ingin mewujudkan cita-cita yang sama dalam
kehidupan masyarakat. Perbedaan yang ada dalam masyarakat tentu tidak dapat
dipungkiri, tetapi perbedaan itu tidak diarahkan menjadi suatu yang bersifat
keseragaman tapi dalam wujud kesatuan.
Perbedaan tersebut juga menjadi kekayaan pluralisme dalam kehidupan masyarakat
yang dicita-citakan bersama.
Jika keempat persyaratan tersebut dapat dipenuhi, maka relatif akan
lebih mudah untuk merumuskan berbagai kebijakan dan strategi untuk mewujudkan
masyarakat madani yang dicita-citakan[4].
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Masyarakat madani adalah sistem
sosial yang berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Karakteristik masyarakat madani
ada 5 yaitu wilayah atau ruang publik yang bebas, demokrasi, toleransi, pluralisme,
keadilan sosial.
Ada beberapa
faktor penghambat terwujudnya masyarakat madani di indonesia yaitu masih kurangnya sikap toleransi di tengah masyarakat, masyarakat yang kurang menghargai pluralitas, belum terwujudnya keadilan sosial, masih
ada pihak-pihak yang tidak bebas dalam meyuarakan pendapatnya, kemerosotan moral rakyat indonesia, demokrasi
kebanyakan hanya wacana tapi kurang dalam prakteknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Rahardjo, Dawam. 1999. Masyarakat
Madani : Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan Sosial . Jakarta : LP3ES.
Rosyada, Dede dkk. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN.
Sanaky, Hujair. 2003. Paradigma
Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta :
Safiria Insania Press .
[1] Dede
Rosyada (dkk.), Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta
: ICCE UIN, 2003), hlm. 176
[2] M.
Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani : Agama, Kelas Menengah, dan Perubajahn
Sosial (Jakarta : LP3ES, 1999), hlm. 133
[3] Dede
Rosyada (dkk.), Demokrasi, Hak Asasi Manusia.., hlm. 185-187
[4] Hujair
A.H Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani
Indonesia. (Safiria Insania Press : Yogyakarta, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar