Persoalan Pendidikan Umat Islam Menurut Fazlur
Rahman
Khairul Fikri
Pengembangan ilmu pengetahuan
merupakan hal yang harus senantiasa dilakukan oleh umat manusia. Terdapat
hubungan yang signifikan antara kemajuan ilmu pengetahuan dengan kemajuan
peradaban manusia. Jika pengetahuan tidak berkembang maka akan berefek kepada kemunduran
suatu peradaban.
Islam merupakan agama yang
menekankan betapa pentingnya pengetahuan. Al-Qur’an dan Sunnah banyak
menjelaskan urgensi pengetahuan dan tingginya derajat manusia yang berilmu di
sisi Allah SWT. Rasulullah SAW mengatakan bahwa “menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap kamu muslimin”. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat mencela kebodohan
karena akan berujung kepada kehancuran.
Kenyataan bahwa Islam menempatkan
ilmu pengetahuan dalam posisi yang tinggi, tampak berbeda dengan fakta empiris
yang dirasakan oleh Fazlur Rahman, seorang tokoh pemikiran Islam berkebangsaan
Pakistan. Ia melihat bahwa pendidikan Islam di abad pertengahan, khusunya di
Pakistan, menghadapi berbagai problem. Sutrisno dalam disertasinya menambahkan
bahwa menurut Rahman, diantara problem-problem pendidikan yang dihadapi umat
Islam meliputi problem ideologis, dualisme dalam sistem pendidikan, bahasa dan
problem metode pembelajaran.[1]
Persoalan ideologi umat Islam
menyebabkan semangat umat Islam dalam menuntut ilmu menjadi berkurang, mereka
hanya terfokus kepada hal-hal yang dapat membela ideologi yang mereka yakini
dan hal-hal yang bisa mengalahkan ideologi yang bertentangan dengan mereka,
sehingga pengetahuan hanya dijadikan alat legitimasi semata. Persoalan ideologi
juga berdampak kepada munculnya “dikotomi dan dualisme dalam sistem pendidikan”[2].
Dualisme ini berdampak kepada rendahnya kualitas para penuntut ilmu, sehingga
membuat mereka tidak siap menghadapi tantangan zaman, khususnya zaman modern
ini.
Persoalan yang tidak kalah
pentingnya adalah persoalan bahasa.[3]
Bahasa yang merupakan jendela dunia, berperan penting dalam membantu para
penuntut ilmu untuk menemukan ilmu yang lebih banyak lagi dan mengembangkan
keilmuan yang mereka milliki. Kesadaran akan pentingnya bahasa yang masih minim
di kalangan umat Islam menjadi salah satu penyebab lambatnya perkembangan
keilmuan pada diri umat Islam.
Keperihatinan Rahman terhadap
pendidikan Islam tidak berhenti sampai di situ saja, Rahman juga menilai bahwa
metode pembelajaran yang digunakan selama ini juga harus diperbaiki secara
mendasar. Keperihatinan itulah yang menjadi latar belakang Rahman untuk
berusaha memberikan solusi alternatif dalam memecahkan persoalan umat Islam.
Pemikiran pendidikan Rahman
berorientasi pada al-Qur’an. Etika al-Qur’an yang mencakup iman, islam dan
taqwa merupakan pangkal pendidikan Islam yang harus dimiliki para penuntut
ilmu. Karena dengan didasari oleh etika al-Qur’an ini, maka seluruh kemampuan
atau potensi yang dimiliki penuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum,
akan diarahkan untuk kemaslahatan kehidupan seluruh umat manusia.[4]
Menurut saya, etika al-Qur’an inilah
yang kurang dimiliki oleh kebanyakan penuntut ilmu di dunia, termasuk di
Indonesia. Orientasi para penuntut ilmu saat ini, hanya sampai pada taraf
profesi apa yang akan mereka peroleh setelah menamatkan studinya, kesuksesan
menurut mereka dinilai dari tinggi rendahnya jabatan dan besar kecilnya gaji yang
didapatkan. Masih sedikit ditemukan, penuntut ilmu yang mempunyai semangat
untuk memberikan kemaslahatan kepada orang-orang disekitarnya.
Kembali ke Fazlur Rahman. Dalam
penafsiran al-Qur’an, Rahman menawarkan metode double movement (gerakan
ganda). Metode double movement ini juga dapat diterapkan dalam sistem
pendidikan Islam. Gerakan ganda
yang dimaksud adalah gerakan dari guru ke murid dan dari murid ke guru.[5]
Dalam proses pembelajaran tidak hanya mendengarkan pemaparan dari guru, tetapi
murid juga dapat membaca, memahami, menganalisis, menulis, mengadakan
eksperimen, dan proses-proses lainnya.
Saya sangat mengapresiasi
keperihatinan Rahman terhadap masalah pendidikan di kalangan umat Islam serta
tawaran metode yang diberikannya, khususnya yang menurut penulis paling penting
dalam metode yang ditawarkan itu adalah mendasari para penuntut ilmu dengan
etika al-Qur’an.
[1]
Sutrisno, Fazlur Rahman : Kajian terhadap Metode Epistemologi dan Sistem Pendidikan,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 172.
[2]
Sutrisno, Fazlur Rahman :Kajian..., hlm. 173.
[3]
Sutrisno, Fazlur Rahman :Kajian..., hlm. 174.
[4]
Sutrisno, Fazlur Rahman :Kajian..., hlm. 181.
[5]
Sutrisno, Fazlur Rahman :Kajian..., hlm. 187.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar